Rabu, 08 Desember 2010

The Raven

Judul : The Raven
Karya : Jumartono
Media : Akrilik diatas Kanvas
Ukuran : 110X220cm

Senin, 08 November 2010


Misteri Ikan dan Bunga
110cmX220cm
Mix Media on Canvas
Tahun 2010

Selasa, 13 Juli 2010


Melukis Dengan Media Batu Candi

1.6.10
Kanvas sebagai media lukis kini mulai ditinggalkan para seniman untuk menuangkan ide dan gagasannya. Seorang seniman di lamongan misalnya, ia menggunakan media batu candi untuk menuangkan ide-idenya. Melukis di atas batu candi memiliki tingakat kesulitan yang tinggi, namun mampu menghasilkan lukisan yang berkarakter kuat.


jumartono, pelukis lulusan sekolah menengah seni rupa di surabaya ini lebih dari setahun bereksperimen dengan batu candi. mulanya batu candi ditumbuk halus kemudian dibentuk menjadi lukisan.

belakangan ia menuangkan ide dan gagasanya di atas batu candi yang ia datangkan dari gunung merapi. pemilihan batu candi sebagai media lukis adalah untuk memebri kesan dinding jalanan yang berkarakter keras.


untuk melukis di atas batu candi, pemuda kelahiran lamongan 32 tahun silam ini menggunakan cat air yang berkualitas tinggi. tekstur batu candi yang berkarakter, menambah nilai artistik dari lukisan yang tertuang di atas lempengan-lempengan batu candi tersebut.


belakangan jumartono tertarik untuk melukis di atas batu candi dengan tema kekerasan yang dihadapi kaum muda. mulai kekerasan hidup akibat himpitan ekonomi, putus cinta hingga kecewa impiannya tidak tercapai. tema tersebut dieksplorasi dalam simbol-simbol bahasa tubuh yang terlihat gelisah. “tema ini merupakan bentuk keprihatinan saya terhadap nasib para pemuda yang gagal mendapatkan impianya”,imbuhnya.


rata-rata karya lukis jumartono dituangkan dalam lempengan-lempengan batu yang berbentuk kotak dengan ukuran 20x20 centimeter hingga 40x40 centimeter. lempengan-lempengan tersebut kemudian disusuna menjadi satu dengan ukuran beragam.

lukisan batu candi ini megadopsi tema street art, atau lukisan jalanan sehingga sifatnya fleksibel. bisa dipajang di dalam maupun di luar ruangan.

Minggu, 30 Mei 2010

Mengambil dari Kompasiana oleh bung Zawawi Se

Sosbud
Hanya seorang pekerja di sebuah perusahaan konstruksi, berlokasi di Gresik, Jawa Timur
Profil: Jumartono, Potret Pelukis Muda Lamongan
REP
Zawawi Se
| 23 Maret 2010 | 15:40

46
3
Nihil.

null

Perjalanannya sebagai seorang pelukis diawali ketika Jumartono kecil melihat aktivitas sehari-hari seorang tetangganya, Masbukhin, yang juga berprofesi sebagai pelukis. Persentuhannya dengan sang tetangga itulah yang telah menginspirasinya untuk mulai mencintai dunia corat-coret. Jumartono kecil mulai gemar corat-coret dengan berbagai media yang berada di sekitarnya mulai dari papan triplek, tembok rumah, pagar rumah, bahkan buku tulis untuk catatan pelajaran sekolahnya pun tak luput dari hasratnya yang menggebu untuk menuangkan segala kegelisahannya melalui coretan-coretan. Seringkali buku-buku untuk catatan pelajaran yang dia miliki cepat penuh karena dari depan dia isi dengan catatan pelajaran yang diperolehnya dari guru di sekolah, sedangkan dari belakang digunakan untuk corat-coret sesuai suara hatinya.

Jumartono mulai mengenal melukis di atas kanvas ketika menginjak sekolah menengah pertama (SMP). Dari kegemarannya terhadap seni lukis itu, selepas menyelesaikan studinya di sekolah menengah pertama, Jumartono disarankan oleh seorang teman untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) di Surabaya, yang saat ini menjadi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Sebelas, Surabaya. Pada saat itu hanya ada empat buah SMSR. Keempat sekolah tersebut tersebar di kota besar Indonesia yaitu Surabaya, Solo, Yogyakarta, dan Padang.

Ketika telah akrab dengan dunia akademis itulah Jumartono baru memahami bahwa melukis itu tidak hanya sekedar menggambar, sebagaimana yang dia persepsikan sebelumnya. Bahwa dalam melukis itu ada wacana, ada dinamika, ada persoalan-persoalan, jadi tidak hanya sekedar memindahkan obyek lukis di atas kanvas.

Dalam eksplorasinya, ada empat fase perjalanan kepelukisan Jumartono yang semakin lama semakin menampakkan jati dirinya. Fase pertama, hasil karyanya tampak sangat memperhitungkan figur nan elok dengan tema-tema manis dan akrab. Mungkin sesuai dengan kemudaannya yang masih digelorakan oleh cinta dan teman hidup sehingga pada fase ini banyak dijumpai lukisan perempuan-perempuan dalam berbagai ekspresi. Fase kedua merupakan pengaruh karakter pribadinya dalam menumpahkan ekspresi. Kepribadian yang pendiam tetapi relatif praktis dan cepat dalam tindakan, menggerakkan efek-efek rupa ekspresif dengan figur-figur dramatis. Fase ketiga, Jumartono mengerjakan proses melukisnya yang dilakukan di luar studio, berhadapan langsung dengan obyek lukisan, obyek tidak lagi imajinasi dari cetusan abstrak ekspresif, tetapi pemandangan asli yang termuati emosi sehingga gaya ekspresif eksis mendukung rupa efek. Sedangkan pada fase keempat, masih dalam ekspresionisme yang seolah telah menyatu dengan dirinya, namun eksplorasi dilakukan dari aspek media lukisan, yaitu dengan menggunakan batu candi.

Dengan media dari batu candi, yaitu batu yang diperoleh melalui proses alam, lahar dingin gunung berapi yang dia dapatkan dari Yogjakarta, hasil-hasil karyanya sangat mewakili tema-tema kekerasan sosial yang menjadi obyek lukisannya akhir-akhir ini. Karakter batu candi berwarna hitam dengan kontur kasar dan berpori-pori besar seolah menyatu dengan obyek lukisan yang dia angkat dari realitas sosial yang dijumpainya sehari-hari di lingkungan dia tinggal. Berbagai karya-karya lukisannya itu bisa dilihat di galeri pribadinya, Modern Art Gallery, yang terletak di Jalan Sunan Giri No. 25, Lamongan, Jawa Timur.

Sebagaimana dalam proses eksplorasinya yang mengalami berbagai kendala sampai dengan bertemunya bentuk-bentuk yang sesuai dengan jiwanya, perjalanan hidup seorang Jumartono juga mengalami pasang surut. Pernah mengalami masa-masa sulit sehingga hampir tidak bisa berkarya karena untuk sebuah karya lukis memerlukan biaya yang tidak murah, jangankan untuk berkarya, untuk menopang kehidupan sehari-hari pun sangat sulit. Kondisi tersebut pernah membuatnya memutuskan untuk mengambil jeda dari dunia seni lukis, dan meninggalkan dunia seni lukis telah membawa dirinya bekerja sebagai orang upahan pada sebuah galeri pembuatan patung. Namun rasa cinta tak dapat menjauhkan hatinya dari dunia seni lukis, hingga akhirnya dia kembali menapaki apa yang telah dia cintai dan geluti sejak masih kecil tersebut hingga sampai detik ini.

Sebagai pelukis muda, yang masih penuh gairah dan semangat untuk berkarya dan maju, masih banyak obsesi-obsesi yang ingin dia raih. Diantaranya adalah rencananya untuk membawa kembali seniman seni rupa Lamongan untuk melakukan pameran di luar Lamongan sebagaimana pernah dilakukannya dulu ketika dia menjadi motor bagi terselenggaranya pameran lukisan bertajuk “Sili Obong 2002” di Galeri Surabaya. Saat itu pameran tersebut dibuka oleh Bupati Lamongan, M. Masfuk, S.H. yang sampai dengan saat ini telah menjabat dua periode sebagai Bupati Lamongan.

Kini, sudah hampir dua periode Jumartono menjabat sebagai Ketua Komite Seni Rupa di Dewan Kesenian Lamongan (DKL). Sebelum mengakhiri masa kepengurusannya itu, dia punya obsesi ingin menyelenggarakan sebuah even besar seni rupa di Lamongan dengan mengundang para seniman dari luar Lamongan

Selasa, 23 Maret 2010